Bab 3
Pendidikan
Agama Islam (PAI)
Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah
Membangun
Akhlak Mulia
Kurikulum memiliki empat
kompenen yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen proses dan komponen evaluasi.
Keseluruhan komponen tersebut dijadikan empat
standar dari delapan standar Pendidikan Nasional.
3.1 Tujuan PAI
Apa yang seharusnya menjadi tujuan PAI bagi generasi muda? Kalau
pelaksanaan PAI didasarkan atas kelima aspek yang berfungsi seperti mata
pelajaran, maka tujuan PAI membentuk lulusan sekolah menjadi calon ahli Qur’an,
calon ahli Hadits, calon ahli Fiqih, calon ahli Tarikh dan SKI? Bagaimana
menurut Al Qur’an? Allah Swt berfirman, yang
artinya :
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”[QS
Adz Dzariyaat (51):56].
Ayat ini menegaskan bahwa tugas manusia di muka bumi ini adalah
beribadah kepada-Nya. Seluruh kegiatan sosial, ekonomi, politik, pertahanan,
keagamaan dsbnya dari manusia dimuka bumi harus merupakan ibadah yaitu
penghambaan kepada Allah Swt. Demikian juga shalat, zakat, shaum, haji yang
merupakan ibadah mahdoh, harus diaplikasikan dalam kehidupan dalam
bentuk amal shalih (akhlak mulia) agar mendapat pahala yang terus menerus
sehingga terhindar dari azab neraka. Oleh karena itu maka pendidikan sebagai
sarana pemberdayaan manusia harus bertujuan membangun manusia sebagai ahli
ibadah.
Lebih jauh tujuan penciptaan manusia adalah sebagai pemimpin (khalifah) di muka bumi [QS Al Baqarah
(2): 30] oleh karena itulah Allah Swt membekali manusia dengan semua potensi
yang diperlukan [Qs An Nahl (16): 78] untuk diberdayakan menjadi kompetensi
khususnya sebagai pemikir (ulul albab)
[QS Ali ‘Imran (3): 190-191] yang dapat menggunakan ilmunya dalam kehidupan
dengan penuh manfaat (rahmatan lil ‘alamin), sehingga dijanjikan Allah
Swt untuk ditingkatkan derajatnya [Qs Al Mujadillah (58): 11]. Tujuan
pendidikan ini digunakan oleh Yayasan Pendidikan Kewiraswastaan Ar Rafi’ dalam
membangun lulusannya sebagai ulul albab
calon khalifah yang abdullah.
Tujuan PAI berdasarkan uraian singkat ini adalah: Agar siswa
menjadi ahli ibadah sebagai calon khalifah. Dengan kata lain, tujuan
PAI adalah : Membangun
sosok abdullah (hamba Allah) yang khalifah (pemimpin dimuka
bumi).
3.2 Materi PAI
Dari kelima aspek PAI yang bersifat materi keilmuan adalah : Qur’an, Hadits,
Fiqih, Tarikh/SKI, sedang aqidah/keilmuan merupakan nilai (afektif) dan ahlak merupakan
unjuk kerja (ucapan dan tindakan).
Untuk membangun
sosok “ahli” ibadah akan diperlukan ilmu yaitu : ilmu Qur’an, ilmu Hadits, ilmu
Fiqih, ilmu Tarikh dan SKI yang dapat digunakan dalam kehidupan dalam bentuk
akhlak mulia dengan berlandaskan nilai-nilai aqidah dan keimanan.
Materi Qura’n-Hadits-Fiqih-Tarikh dan SKI begitu banyak. Bagaimana cara memilihnya
agar efektif. Dalam Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah maka
tema ibadah akan menjadi “Integrator” seperti yang digambarkan dalam bagan 1.1
berikut :
Bagan 3.1 menggambarkan bahwa :
Pertama, tiga aspek PAI yang bersifat keilmuan
yaitu : Qur’an-Hadits, Fiqih, Tarikh dan SKI, satu aspek PAI yang bersifat
afektif (Aqidah-Keimanan) dan satu aspek PAI yang bersifat motorik (Akhlak)
diintegrasikan kedalam tema ibadah (mahdoh/langsung)
untuk siswa SD yaitu : thaharah, shalat,
zakat dan shaum. Dalam hal ini tema ibadah berperan sebagai integrator yang
menyatukan kelima aspek PAI.
Kedua,
tidak semua materi kelima aspek PAI diperlukan siswa untuk melaksanakan ibadah
langsung, oleh karena itu perlu dipilih mana materi penting yang terkait langsung
dengan ibadah. Dalam hal ini tema ibadah menjadi fokus bagi semua aspek PAI,
yang memungkinkan PAI dapat dilaksanakan dengan proses pembelajaran berbasis
kompetensi, yang dapat diilustrasikan sbb :
Bagan 3.2 menggambarkan bagaimana kelima
aspek PAI yang berdiri sendiri-sendiri dan terpisah satu sama lain, menjadi
satu kesatuan yang merupakan kompetensi sesuai dengan definisi dalam Kurikulum
2004 (KBK) yaitu : keseluruhan
pengetahuan (ilmu /kognitif), nilai dan sikap (iman / afektif) yang dapat
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir (ucapan / psiko) dan bertindak (amal /
motorik). Gambar 3.2 juga menggambarkan terjadinya perubahan dari
pembelajaran berbasis mata pelajaran menjadi pembelajaran berbasis kompetensi.
Terjadi perubahan dari pembelajaran lima mata pelajaran yang terpisah-pisah
menjadi pembelajaran yang menyatukan kelima aspek dalam tema ibadah.
Definisi ini sesuai dengan perintah Allah
Swt kepada orang-orang yang beriman sebagai berikut, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.”[QS Al Baqarah (2): 208].
Keseluruhan dalam ayat tersebut
adalah kesatuan dari : ilmu (head), iman (heart) dan amal (hand), yang dalam bahasa
Sunda disebut kesatuan dari : tekad
(afektif), ucap (kognitif) jeung lampah (motorik), dan kalau tidak menyatu
antara ketiga domain tersebut, maka disebut sebagai orang munafik, yang dalam ayat tersebut disebut sebagai pengikut syetan.
Ayat
tersebut merupakan landasan teologis (keagamaan) dari definisi kompetensi dalam
KBK 2004 yaitu : keseluruhan (kaffah) pengetahuan, nilai dan sikap yang dapat direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa
tujuan PAI adalah: membangun sosok ahli
ibadah, yang memiliki pengetahuan
Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Tarikh dan SKI, yang dapat direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir (ucapan) dan bertindak (amal), berdasarkan nilai keimanan
(aqidah)
Bagaimana mengintegrasikan
kelima materi PAI kedalam tema ibadah mahdoh,
secara operasional dapat digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 3.1: Tabel
Pemilihan Materi Esential untuk Tema Ibadah
Di SD Ar Rafi’
Tema/Sub
Tema
|
Kognitif
|
Afektif
|
Motorik
|
|||
Al
Qur’an
|
Fiqih
|
Tarikh/
SKI
|
Aqidah
|
Keimanan
|
Akhlak
|
|
Thaharah
|
||||||
o Istinja
|
||||||
o Wudhu
|
||||||
o Tayamum
|
||||||
o Mandi
|
||||||
Shalat
|
||||||
o Fardhu
|
||||||
o Sunat
|
||||||
o Berjama’ah
|
||||||
Zakat
|
||||||
o Mal
|
||||||
o Fitrah
|
||||||
Shaum
|
||||||
o Wajib
|
||||||
o Sunat
|
Tabel 3.1 memudahkan guru-guru PAI untuk
memilih materi Al Qur’an, Hadits, Fiqih dan Tarikh/ SKI, sebagai pengetahuan yang
harus dikuasai siswa untuk melaksanakan ibadah dalam sub tema tertentu.
Demikian juga guru-guru dapat memilih materi Al Qur’an atau Hadits yang terkait
dengan nilai-nilai keimanan dan aqidah yang harus diyakini siswa dalam
melakukan ibadah. Selanjutnya tidak sedikit materi akhlak yang ada dalam Al
Qur’an dan Hadits, yang merupakan perintah Allah Swt dan sabda rasul, yang
dapat dipilih guru untuk bahan pelatihan siswa berakhlak mulia, dalam bimbingan
guru PAI dan guru-guru lainnya.
PAI yang bertujuan membangun sosok ahli
ibadah ini diyakini dapat
mengurangi dampak negatif dari pendidikan verbalis, dogmatis dan split
personality, yang cenderung dapat menghasilkan kelompok geng motor,
narkoba, free sex dan aliran sesat diantara remaja.
3.3 Proses (Metoda)
Pembelajaran
Kalau kelima
aspek PAI merupakan lima mata pelajaran yang padat dengan materi maka proses
pembelajaran cenderung terjadi dalam bentuk ceramah. Metoda ceramah atau
penyampaian informasi (transfer of knowledge) hanya akan membangun
kemampuan kognitif tingkat rendah yaitu recall atau mengingat
hasil hafalan, dan paling tinggi hingga pada tingkat comprehension (pemahaman)
dan pengetahuan tentang aplikasi (application). Dalam metoda ceramah, kegiatan pembelajaran berpusat pada
guru (teacher centered), dimana guru aktif menyampaikan informasi kepada
siswa, sedangkan siswa hanya menyimak guru dengan pasif. Besar kemungkinan
hasil pembelajaran cenderung verbalis,
dogmatis, dan split personality. Dengan
kata lain lulusan yang cerdas, kompetitif, produktif dan berakhlak mulia sulit
tercapai. Oleh karena itu pembelajaran harus berpusat pada siswa (student centered), antara lain istilah
yang dikenal sebagai PAIKEM (Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan), sesuai dengan firmanNya,
yang artinya :
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”[QS An Najm (53):39].
Ayat ini menjelaskan bahwa seseorang tidak
akan memperoleh sesuatu seperti konsep-konsep keilmuan dan nilai-nilai
personal, sosial dan spiritual, tanpa ia sendiri berusaha untuk memilikinya.
Seorang siswa tidak akan menguasai konsep keilmuan tanpa ia sendiri belajar
untuk menguasai (mastery learning) dengan metoda ilmiah (scientific
method). Ayat ini merupakan landasan teologis dari PAIKEM, atau student
active learning yang dulu dikenal dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).
Disisi lain nilai-nilai sosial, seperti
tidak berbuat keji antar manusia dan tidak ingkar pada aturan Allah Swt, yang
merupakan akhlak mulia hanya akan terbentuk melalui pembelajaran dan pelatihan
serta pembiasaan. Membangun akhlak mulia (karakter) siswa dapat dilakukan
dengan model belajar afektif antara lain seperti yang dikemukakan Bloom dan
Krathwohl.
3.4 Evaluasi
Evaluasi pembelajaran berbasis kompetensi
menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan bukan Penilaian Acuan Nilai
(PAN). Penilaian dapat dilakukan pada satuan kompetensi terkecil yaitu
Kompetensi Dasar (KD) dengan menetapkan indikator ketercapaian dari masing-masing
domain (kognitif, afektif dan motorik).
Untuk mengukur Kompetensi Dasar yang sudah
dikuasai siswa, guru hanya bisa mengamati dan mengukur dari unjuk kerja siswa yang operasional. Oleh karena itulah
ada teori yang mengemukakan bahwa dalam menetapkan Tujuan Pembelajaran Khusus
(TPK) yang sekarang dirumuskan dalam Kompetensi Dasar (KD) harus dinyatakan
dalam kata-kata atau kalimat yang operasional dan dapat diamati (observable)
dan dapat diukur (measurable). Rumusan KD yang benar adalah KD yang operasional, dapat diamati serta dapat
diukur. Dengan kata lain rumusan KD yang benar adalah KD yang dapat dievaluasi
ketercapaiaanya melalui indikator pencapaian unjuk kerja verbal, dan unjuk
kerja fisik yang didalamnya terintegrasi nilai – nilai sosial dan spiritual.
Sebagai contoh tema Thaharah, terdiri
dari sub tema ; istinja, wudhu, tayamum dan mandi. Sub tema wudhu
dapat dijadikan satu KD dengan rumusan :
siswa dapat berwudhu dengan benar dan
dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kebenaran berwudhu siswa dapat diukur dari
unjuk kerja domain kognitif, afektif dan motorik.
Guru tidak dapat mengukur kompetensi secara langsung dan menyeluruh, namun
hanya dapat mengukur dari unjuk kerja (performance) yang dilandasi oleh
kompetensi. Bagaimana hubungan kompetensi dengan unjuk kerja?
Performance atau
unjuk kerja merupakan indikator kompetensi yang operasional yang dapat diamati
dan dapat diukur, oleh karena itu dapat dijadikan indikator pencapaian tujuan
yang dirumuskan dalam kompetensi.
Bagan 3.3 menjelaskan bahwa pencapaian
kompetensi yang merupakan integrasi dari kognitif (ilmu), afektif (nilai dan
sikap, iman) dan motorik (tindakan, amal) dapat diukur dari unjuk kerja verbal
(KI-3) dan tindakan, perbuatan (KI-4) dengan akhlak mulia yang bernilai sosial
(KI-2) dan nilai spiritual (KI-1), yang disusun dalam Kartu Hasil Studi (KHS)
untuk setiap tema dan sub tema.
0 komentar:
Posting Komentar