Quovadis Pendidikan Indonesia?
Oleh: Dr. H.
Hari Suderadjat, M.Pd.
Pada tahun1970-an, guru-guru Matematika dan IPA SMA/STM Indonesia diminta Malaysia untuk mengajar di sekolah-sekolah mereka,
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Ada dua arti dari peristiwa tersebut, pertama Malaysia sadar bahwa peningkatan mutu
pendidikan hanya dapat dilaksanakan oleh guru-guru yang profesional, oleh
karena itulah mereka meminta bantuan Indonesia mengirimkan guru-guru Indonesia
yang dinilai mereka profesional. Kedua, hal tersebut merupakan pengakuan
Malaysia terhadap tingginya mutu pendidikan Indonesia. Artinya pada tahun 1970-an mutu pendidikan Indonesia lebih tinggi dari Malaysia.
Bagamana
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia?
Salah satunya
adalah dengan melakukan
penyempurnaan kurikulum yaitu tahun 1975, 1984, 1994, 1999 yang merupakan kurikulum materi pelajaran (subject
matter curriculum development), dan Kurikulum tahun 2004 dan Kurikulum 2006 yang berbasis kompetensi (competence-based
curriculum development). Bagaimana hasil pendidikan Indonesia dalam
membangun SDM dibandingkan dengan Malaysia?
Ternyata IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Malaysia berada pada peringkat ke 61, dan meninggalkan Indonesia pada peringkat ke 124 dari 187 negara.
Sedangkan dalam lingkup regional, Malaysia menduduki peringkat ke 2, sedangkan
Indonesia menduduki peringkat ke 12 dari 21 negara Asia Pasifik (Data Menko
Kesra 2011: http://data.menkokesra.go.id). Artinya mutu
pendidikan Indonesia tertinggal jauh dari Malaysia. Mengapa? Pemikiran
sederhana dari peristiwa tahun 1970-an, Malaysia meningkatkan mutu pendidikan melalui
profesionalisasi guru. Dapat diduga bahwa guru-guru Malaysia belajar dari
guru-guru profesional Indonesia dalam upaya peningkatan mutu pendidikan mereka.
Hasilnya, mutu pendidikan mereka meningkat dengan pesat.
Mengapa?
Dunia
pendidikan mengakui bahwa guru
adalah jantungnya pendidikan, artinya adalah bahwa komponen kunci
peningkatan mutu pendidikan adalah guru, sedangkan kurikulum hanyalah merupakan
dokumen perencanaan pendidikan. Bagaimanapun baiknya kurikulum, keberhasilannya
dalam peningkatan mutu pendidikan akan sangat tergantung mereka yang
melaksanakannya yaitu guru dan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan
tumpuan keberhasilan manajemen sekolah.
Negara
anggota OECD (Organization for Economic Cooperation Development) yang
menyadari pentingnya guru profesional dan kuatnya kapasitas lembaga pendidikan
adalah Shanghai-China,
hasilnya berdasarkan data tahun 2009 OECD adalah: siswa berumur 15 tahun
Shanghai, mendapat hasil test PISA (Program for International Student
Assessment) dalam Membaca dengan ranking 1, Indonesia ranking
57, dalam Matematik siswa Shanghai berada pada ranking
1, Indonesia ranking 61, dan dalam Sains (IPA) siswa Shanghai berada pada
ranking 1, Indonesia ranking 60, dari 65 negara. Kesimpulannya, Indonesia
berada pada 10 negara terbawah, dan Shanghai nomor 1 dari 65 negara. Pola
Shanghai tersebut identik dengan reformasi pendidikan Indonesia yang ditetapkan
dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa:
Pertama, pemberdayaan sekolah melalui MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah) ditetapkan pada pasal 51 ayat (1),
Kedua, kurikulum dikembangkan oleh satuan pendidikan
(KTSP) ditetapkan pada pasal 38 ayat 2,
Ketiga, STTB diberikan kepada
siswa setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
ditetapkan pada pasal 61 ayat (2),
Ketiga hal
tersebut menggambarkan bahwa peningkatan mutu pendidikan dilaksanakan oleh
sekolah, yaitu oleh guru-guru profesional dalam manajemen sekolah yang kuat,
karena faktanya memang sekolah yang melaksanakan pendidikan, tidak di Dinas
ataupun Kemendikbud.
Kesimpulannya
adalah, peningkatan mutu pendidikan hendaknya dilaksanakan melalui peningkatan
kompetensi dan kualifikasi guru, dan peningkatan kapasitas lembaga pendidikan
yang berkelanjutan dan terintegrasi, yang pernah dilakukan di SMK pada tahun
1989 dengan istilah Pengembangan Sekolah Seutuhnya (School Integrated
Development).
Pendidikan
yang bermutu merupakan fondasi bagi pembangunan industri, seperti yang dialami
Korea, yang saat ini mulai menyaingi Jepang dalam industri mobil dengan mobil
KIA dan Hyundai. Dampaknya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat,
sedangkan negara yang mutu pendidikannya rendah, pendapatan perkapita dari
masyarakatnyapun rendah seperti data tahun 2011 berikut ini. GNI (Gross National Income) Malaysia sebesar US$ 13,685 sedangkan Indonesia hanya US$ 3,716 (Data http://en.wikipedia.org).
Bahkan dalam segi pembentukan moral
generasi muda, hasil pendidikan Indonesia sangat menghawatirkan, seperti adanya
aliran sesat, geng motor, narkoba dan minuman keras, free sex di kalangan remaja, tawuran siswa dan
budaya menyontek.
Pada saat ini
pendidikan di Indonesia, kembali disibukkan oleh perubahan Kurikulum 2006
menjadi Kurikulum 2013, hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah kita tidak akan
belajar dari sejarah pendidikan Malaysia dan Indonesia sejak tahun1970-an hingga sekarang?
Kesibukan
pendidikan pendidikan di Indonesia ditambah dengan perubahan pola Ujian
Nasional (UN), yang ditanggapi oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung dengan
anjuran agar sekolah lebih banya melaksanakan Try Out siswa bisa lulus UN dan mendapatkan
STTB. Sepertinya pendidikan kita hanya sebatas untuk mendapat STTB (Certificate
Oriented), padahal sejak penulis jadi kepala STM Pembangunan (Sekolah Model
Nasional) pada tahun 1974, berusaha untuk menghindari pendidikan yang hanya
berorientasi kepada selembar ijazah. Kita harus memberdayakan sekolah sebagai
Pusat Pembangunan Masyarakat (Social Development Center).
Ar-Rafi’ Drajat Center
Sekretariat
Pusat:
Jl. Pelajar Pejuang 45, No. 122, Bandung, 40264
Telp. 022-73036140, 7536320
E-mail: arrafidrajatcenter@gmail.com
Lembaga
Diklat Lembaga Diklat 2
Perguruan
Ar-Rafi’ Bandung Perguruan Ar-Rafi’ Baleendah
Jl. Sekejati
III No. 20 Jl. Raya Banjaran No. 173A Km. 12
Kota Bandung Reungascondong
Baleendah 40375
Telp.
022-7311009 Telp. 022-70686497
Hi, titip informasi PPDB SD Ar Rafi' BHS yah...
BalasHapusHatur nuhun :)