Senin, 05 Desember 2016

Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah (Membangun Generasi Khalifah Yang Abdullah)

Bab 3
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah
Membangun Akhlak Mulia

Kurikulum memiliki empat kompenen yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen proses dan komponen evaluasi.  Keseluruhan komponen tersebut dijadikan empat standar dari delapan standar Pendidikan Nasional.

3.1    Tujuan PAI

Apa yang seharusnya menjadi tujuan PAI bagi generasi muda? Kalau pelaksanaan PAI didasarkan atas kelima aspek yang berfungsi seperti mata pelajaran, maka tujuan PAI membentuk lulusan sekolah menjadi calon ahli Qur’an, calon ahli Hadits, calon ahli Fiqih, calon ahli Tarikh dan SKI? Bagaimana menurut Al Qur’an? Allah Swt berfirman, yang artinya :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”[QS Adz Dzariyaat (51):56].

Ayat ini menegaskan bahwa tugas manusia di muka bumi ini adalah beribadah kepada-Nya. Seluruh kegiatan sosial, ekonomi, politik, pertahanan, keagamaan dsbnya dari manusia dimuka bumi harus merupakan ibadah yaitu penghambaan kepada Allah Swt. Demikian juga shalat, zakat, shaum, haji yang merupakan ibadah mahdoh, harus diaplikasikan dalam kehidupan dalam bentuk amal shalih (akhlak mulia) agar mendapat pahala yang terus menerus sehingga terhindar dari azab neraka. Oleh karena itu maka pendidikan sebagai sarana pemberdayaan manusia harus bertujuan membangun manusia sebagai ahli ibadah.

Lebih jauh tujuan penciptaan manusia adalah sebagai pemimpin (khalifah) di muka bumi [QS Al Baqarah (2): 30] oleh karena itulah Allah Swt membekali manusia dengan semua potensi yang diperlukan [Qs An Nahl (16): 78] untuk diberdayakan menjadi kompetensi khususnya sebagai pemikir (ulul albab) [QS Ali ‘Imran (3): 190-191] yang dapat menggunakan ilmunya dalam kehidupan dengan penuh manfaat (rahmatan lil ‘alamin), sehingga dijanjikan Allah Swt untuk ditingkatkan derajatnya [Qs Al Mujadillah (58): 11]. Tujuan pendidikan ini digunakan oleh Yayasan Pendidikan Kewiraswastaan Ar Rafi’ dalam membangun lulusannya sebagai ulul albab calon khalifah yang abdullah.
Tujuan PAI berdasarkan uraian singkat ini adalah: Agar siswa menjadi ahli ibadah sebagai calon khalifah. Dengan kata lain, tujuan PAI adalah : Membangun sosok abdullah (hamba Allah) yang khalifah (pemimpin dimuka bumi).


3.2    Materi PAI

Dari kelima aspek PAI yang bersifat materi keilmuan adalah : Qur’an, Hadits, Fiqih, Tarikh/SKI, sedang aqidah/keilmuan merupakan nilai (afektif) dan ahlak merupakan unjuk kerja (ucapan dan tindakan).

Untuk membangun sosok “ahli” ibadah akan diperlukan ilmu yaitu : ilmu Qur’an, ilmu Hadits, ilmu Fiqih, ilmu Tarikh dan SKI yang dapat digunakan dalam kehidupan dalam bentuk akhlak mulia dengan berlandaskan nilai-nilai aqidah dan keimanan.

Materi Qura’n-Hadits-Fiqih-Tarikh dan SKI begitu banyak. Bagaimana cara memilihnya agar efektif. Dalam Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah maka tema ibadah akan menjadi “Integrator” seperti yang digambarkan dalam bagan 1.1 berikut :




Bagan 3.1 menggambarkan bahwa :
Pertama, tiga aspek PAI yang bersifat keilmuan yaitu : Qur’an-Hadits, Fiqih, Tarikh dan SKI, satu aspek PAI yang bersifat afektif (Aqidah-Keimanan) dan satu aspek PAI yang bersifat motorik (Akhlak) diintegrasikan kedalam tema ibadah (mahdoh/langsung) untuk siswa SD yaitu : thaharah, shalat, zakat dan shaum. Dalam hal ini tema ibadah berperan sebagai integrator yang menyatukan kelima aspek PAI.

Kedua, tidak semua materi kelima aspek PAI diperlukan siswa untuk melaksanakan ibadah langsung, oleh karena itu perlu dipilih mana materi penting yang terkait langsung dengan ibadah. Dalam hal ini tema ibadah menjadi fokus bagi semua aspek PAI, yang memungkinkan PAI dapat dilaksanakan dengan proses pembelajaran berbasis kompetensi, yang dapat diilustrasikan sbb

 Bagan 3.2 menggambarkan bagaimana kelima aspek PAI yang berdiri sendiri-sendiri dan terpisah satu sama lain, menjadi satu kesatuan yang merupakan kompetensi sesuai dengan definisi dalam Kurikulum 2004 (KBK) yaitu : keseluruhan pengetahuan (ilmu /kognitif), nilai dan sikap (iman / afektif) yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir (ucapan / psiko) dan bertindak (amal / motorik). Gambar 3.2 juga menggambarkan terjadinya perubahan dari pembelajaran berbasis mata pelajaran menjadi pembelajaran berbasis kompetensi. Terjadi perubahan dari pembelajaran lima mata pelajaran yang terpisah-pisah menjadi pembelajaran yang menyatukan kelima aspek dalam tema ibadah.
Definisi ini sesuai dengan perintah Allah Swt kepada orang-orang yang beriman sebagai berikut, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”[QS Al Baqarah (2): 208].
Keseluruhan dalam ayat tersebut adalah kesatuan dari : ilmu (head), iman (heart) dan amal (hand), yang dalam bahasa Sunda disebut kesatuan dari : tekad (afektif), ucap (kognitif) jeung lampah (motorik), dan kalau tidak menyatu antara ketiga domain tersebut, maka disebut sebagai orang munafik, yang dalam ayat tersebut disebut sebagai pengikut syetan.

Ayat tersebut merupakan landasan teologis (keagamaan) dari definisi kompetensi dalam KBK 2004 yaitu : keseluruhan (kaffah) pengetahuan, nilai dan sikap yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa tujuan PAI adalah: membangun sosok ahli ibadah, yang memiliki pengetahuan Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Tarikh dan SKI, yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir (ucapan) dan bertindak (amal), berdasarkan nilai keimanan (aqidah)

Bagaimana mengintegrasikan kelima materi PAI kedalam tema ibadah mahdoh, secara operasional dapat digambarkan dalam tabel berikut :


Tabel 3.1: Tabel Pemilihan Materi Esential untuk Tema Ibadah
Di SD Ar Rafi’

Tema/Sub
Tema
Kognitif
Afektif
Motorik
Al Qur’an
Fiqih
Tarikh/
SKI
Aqidah
Keimanan
Akhlak
Thaharah






o  Istinja






o  Wudhu






o  Tayamum






o  Mandi






Shalat






o  Fardhu






o                Sunat






o  Berjama’ah






Zakat






o   Mal






o  Fitrah






Shaum






o  Wajib






o  Sunat








Tabel 3.1 memudahkan guru-guru PAI untuk memilih materi Al Qur’an, Hadits, Fiqih dan Tarikh/ SKI, sebagai pengetahuan yang harus dikuasai siswa untuk melaksanakan ibadah dalam sub tema tertentu. Demikian juga guru-guru dapat memilih materi Al Qur’an atau Hadits yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan aqidah yang harus diyakini siswa dalam melakukan ibadah. Selanjutnya tidak sedikit materi akhlak yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits, yang merupakan perintah Allah Swt dan sabda rasul, yang dapat dipilih guru untuk bahan pelatihan siswa berakhlak mulia, dalam bimbingan guru PAI dan guru-guru lainnya.  

PAI yang bertujuan membangun sosok ahli ibadah ini diyakini  dapat mengurangi dampak negatif dari pendidikan verbalis, dogmatis dan split personality, yang cenderung dapat menghasilkan kelompok geng motor, narkoba, free sex dan aliran sesat diantara remaja.

3.3    Proses (Metoda) Pembelajaran

Kalau kelima aspek PAI merupakan lima mata pelajaran yang padat dengan materi maka proses pembelajaran cenderung terjadi dalam bentuk ceramah. Metoda ceramah atau penyampaian informasi (transfer of knowledge) hanya akan membangun kemampuan kognitif tingkat rendah yaitu recall atau mengingat hasil hafalan, dan paling tinggi hingga pada tingkat comprehension (pemahaman) dan pengetahuan tentang aplikasi (application). Dalam metoda ceramah, kegiatan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered), dimana guru aktif menyampaikan informasi kepada siswa, sedangkan siswa hanya menyimak guru dengan pasif. Besar kemungkinan hasil pembelajaran cenderung verbalis, dogmatis, dan split personality. Dengan kata lain lulusan yang cerdas, kompetitif, produktif dan berakhlak mulia sulit tercapai. Oleh karena itu pembelajaran harus berpusat pada siswa (student centered), antara lain istilah yang dikenal sebagai PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan), sesuai dengan firmanNya, yang artinya :

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”[QS An Najm (53):39].

Ayat ini menjelaskan bahwa seseorang tidak akan memperoleh sesuatu seperti konsep-konsep keilmuan dan nilai-nilai personal, sosial dan spiritual, tanpa ia sendiri berusaha untuk memilikinya. Seorang siswa tidak akan menguasai konsep keilmuan tanpa ia sendiri belajar untuk menguasai (mastery learning) dengan metoda ilmiah (scientific method). Ayat ini merupakan landasan teologis dari PAIKEM, atau student active learning yang dulu dikenal dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).

Disisi lain nilai-nilai sosial, seperti tidak berbuat keji antar manusia dan tidak ingkar pada aturan Allah Swt, yang merupakan akhlak mulia hanya akan terbentuk melalui pembelajaran dan pelatihan serta pembiasaan. Membangun akhlak mulia (karakter) siswa dapat dilakukan dengan model belajar afektif antara lain seperti yang dikemukakan  Bloom dan Krathwohl.

3.4    Evaluasi

Evaluasi pembelajaran berbasis kompetensi menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan bukan Penilaian Acuan Nilai (PAN). Penilaian dapat dilakukan pada satuan kompetensi terkecil yaitu Kompetensi Dasar (KD) dengan menetapkan indikator ketercapaian dari masing-masing domain (kognitif, afektif dan motorik).
              
Untuk mengukur Kompetensi Dasar yang sudah dikuasai siswa, guru hanya bisa mengamati dan mengukur dari unjuk kerja  siswa yang operasional. Oleh karena itulah ada teori yang mengemukakan bahwa dalam menetapkan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) yang sekarang dirumuskan dalam Kompetensi Dasar (KD) harus dinyatakan dalam kata-kata atau kalimat yang operasional dan dapat diamati (observable) dan dapat diukur (measurable). Rumusan KD yang benar adalah KD yang operasional, dapat diamati serta dapat diukur. Dengan kata lain rumusan KD yang benar adalah KD yang dapat dievaluasi ketercapaiaanya melalui indikator pencapaian unjuk kerja verbal, dan unjuk kerja fisik yang didalamnya terintegrasi nilai – nilai sosial dan spiritual.
              
Sebagai contoh tema Thaharah, terdiri dari sub tema ; istinja, wudhu, tayamum dan mandi. Sub tema wudhu dapat dijadikan satu KD dengan rumusan : siswa dapat berwudhu dengan benar dan dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
              
Kebenaran berwudhu siswa dapat diukur dari unjuk kerja domain kognitif, afektif dan motorik. Guru tidak dapat mengukur kompetensi secara langsung dan menyeluruh, namun hanya dapat mengukur dari unjuk kerja (performance) yang dilandasi oleh kompetensi. Bagaimana hubungan kompetensi dengan unjuk kerja?
              
Performance atau unjuk kerja merupakan indikator kompetensi yang operasional yang dapat diamati dan dapat diukur, oleh karena itu dapat dijadikan indikator pencapaian tujuan yang dirumuskan dalam kompetensi.










  Bagan 3.3 menjelaskan bahwa pencapaian kompetensi yang merupakan integrasi dari kognitif (ilmu), afektif (nilai dan sikap, iman) dan motorik (tindakan, amal) dapat diukur dari unjuk kerja verbal (KI-3) dan tindakan, perbuatan (KI-4) dengan akhlak mulia yang bernilai sosial (KI-2) dan nilai spiritual (KI-1), yang disusun dalam Kartu Hasil Studi (KHS) untuk setiap tema dan sub tema.














0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com