Pemberdayaan Sekolah Dasar (SD)
Sebagai Fondasi Peningkatan Mutu Pendidikan
Dalam
Pembangunan SDM yang Cerdas, Kompetitif, Produktif dan Berahlak
Mulia yang Dibutuhkan Pembangunan Nasional
Oleh: Hari
Suderadjat
Banyaknya TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di mancanegara, dan masalah
diantara mereka yang harus berhadapan dengan hukum, merupakan salah satu
gambaran umum bahwa di pendidikan Indonesia belum mampu menyiapkan SDM (Sumber
Daya Manusia) yang cerdas, kompetitif, produktif dan berahlak mulia.
Sensus Nasional yang dilakukan oleh
BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2003 menggambarkan bahwa: lebih tinggi pendidikan di Indonesia, lebih
rendah tingkat kemandirian dan sikap kewiraswastaannya. Hal ini menggambarkan bahwa lulusan pendidikan
menengah belum mampu menyiapkan tenaga kerja yang kompeten, dan
lulusan pendidikan tinggi belum mampu
mengembangkan lapangan kerja untuk tenaga kerja tingkat menengah.
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Tampaknya, akar masalah berada pada, pertama pelaksanaan pendidikan dengan Kurikulum
1994 yang berbasis mata (materi) pelajaran (subject
matter curriculum development) tidak dapat membangun SDM yang memiliki
kemampuan kerja (kompetensi). Oleh karena itulah Pemerintah mengubah kurikulum
tersebut menjadi Kurikulum 2006 yang berbasis kompetensi atau KBK (competence-based curriculum development).
Dalam konteks pendidikan berbasis
kompetensi maka lulusan SD (Sekolah Dasar) diharapkan memiliki “kecakapan dasar” sebagai fondasi bagi “kecakapan akademik” dan
atau “kecakapan vokasional” yang kompetitif. Namun pemberdayaan SD sebagai “dasar” atau fondasi bagi “struktur bangunan”
pendidikan menengah atau tinggi, saat ini belum menjadi prioritas, kondisi mayoritas SD saat ini tidak jauh
berbeda dengan SD (Sekolah Desa) zaman
penjajahan Belanda dulu, yang mengajarkan membaca (ca), menulis
(lis) dan berhitung (tung), agar
lulusannya dapat menjadi buruh,
tukang dan pedagang mikro. Padahal
“kecakapan dasar” yang meliputi “kecakapan berpikir” (intelektual), “kecakapan bersikap” (emosional-spiritual) dan “kecakapan kinestetis” (fisik-motorik) merupakan kunci
keberhasilan lulusan SD untuk meraih “kecakapan akademik” di SMP/SMA, dan
“kecakapan vokasional” di SMP/SMK dalam program pengadaan tenaga kerja tingkat
menengah yang cerdas, kompetitif, produktif dan berahlak mulia.
Seharusnya
ca-lis-tung tidak ditafsirkan hanya sebagai belajar membaca, menulis dan
berhitung melainkan juga belajar berpikir ilmiah, yaitu berpikir induktif
(ca-lis) dan berfikir deduktif (tung) seperti firmanNya dalam Al Qur’an [Qs. Al
‘Alaq (96): 3-5]. Pola
pembelajaran yang memberdayakan kecakapan berpikir peserta didik SD,
merupakan pendidikan memanusiakan manusia, yang membedakannya dengan binatang. Mengapa? Karena manusia adalah binatang berpikir, kalau manusia tidak
mau dan tidak mampu berpikir maka derajatnya sama
dengan binatang ternak, bahkan lebih
sesat [Qs. Al A’raaf (7): 179].
Inilah
pentingnya SD dalam membekali kecakapan dasar berpikir, bersikap dan bertindak,
sebagai muslim seutuhnya [Qs. Al
Baqarah (2): 208]. Masalahnya adalah, bisakah SD saat ini menyelenggarakan pendidikan berbasis
kompetensi yang dapat membekali lulusannya dengan
kecakapan dasar?
Penulis
berpendapat, mayoritas SD saat ini belum
mampu, masih jauh dari harapan kita, bahwa SD harus berperan dan berfungsi
sebagai “dasar” atau “fondasi” bagi pembangunan “struktur pendidikan menengah dan tinggi”, dapat diilustrasikan seperti dalam gambar
berikut:
Juru Teknik
(vokasional)
|
Teknisi
Tinggi
|
Tenaga
Profesional
|
SD
|
Sp2
Sp1
|
S3
S2
|
D4
|
S1
|
SMK
|
SMA
|
SMP
|
D
|
U
|
A
|
P
|
Gambar di atas
memberikan bayangan pada kita bagaimana kalau fondasi (SD) tidak kokoh, maka Struktur Bangunan
Menengah dan Tinggi akan ambruk. Artinya untuk mendirikan bangunan 15 lantai,
maka perlu meningkatkan daya dukung tanah, analoginya adalah peningkatan
kesiapan anak usia dini (PAUD) untuk
memasuki SD. Selanjutnya dibuat fondasi yang kokoh untuk menyangga bangunan 15
lantai, analoginya membekali lulusan SD dengan kecakapan intelektual (kecakapan
proses berpikir), kecakapan bersikap (emosional-spiritual) dan kecakapan fisik
(motorik), sebagai “dasar” atau fondasi dan kunci keberhasilan mereka dalam
menempuh pendidikan selanjutnya dan juga dalam kehidupannya kelak. Kemudian
barulah mendirikan struktur bangunan dari lantai 1 s/d lantai 15,
analoginya adalah peningkatan mutu
pendidikan SMP, SMA/SMK, S1, S2 dan S3. Inilah gambaran pembangunan gedung 15
lantai yang terintegrasi (integrated/system
development approach) dari tanah yang telah diperkuat (PAUD), fondasi yang
kokoh (SD) dan struktur bangunan 15 lantai (SMP s/d S3). Demikian juga
seharusnya “pembangunan” mutu pada Sistem
Pendidikan Nasional, yang ditunjukkan dengan penamaan kelas yang
berkelanjutan, dimulai dari kelas 1 SD s/d kelas 12 SMA, bukankah hal ini
menggambarkan adanya satu kesatuan?
Secara
operasional peningkatan mutu sistem pendidikan nasional tidak akan berhasil tanpa memberdayakan SD sebagai fondasinya, melalui pendidikan berbasis kompetensi, inilah
permasalahan yang pertama, dan yang kedua adalah masalah infra struktur SD agar dapat melaksanakan manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah (MBS), yang ditetapkan dalam UU Sisdiknas
Tahun 2003, Pasal 51 ayat (1). SD
diharapkan dapat membekali lulusannya dengan ”kecakapan
dasar”, sebagai generic life skill
(kecakapan hidup yang bersifat umum dan mendasar) yang dapat menjadi kunci keberhasilan mereka untuk menempuh pendidikan selanjutnya dan
mengarungi kehidupannya di masyarakat, baik sebagai tenaga vokasional
maupun tenaga profesional, yang berahlak mulia.
Penulis mulai memberdayakan SD sebagai
Fondasi “Pembangunan Pendidikan Nasional” sejak tahun 2003, dengan lebih dahulu
menyiapkan bahan pembelajaran tematis, dan kemudian mendirikan SD Ar-Rafi’ Kota
Bandung pada tahun 2004, dan SD Ar-Rafi’ Baleendah Kabupaten Bandung pada tahun
2005. Selanjutnya kedua SD tersebut dijadikan Labschool Pascasarjana
Universitas Islam Nusantara pada tahun 2005 dan pada tahun 2009 Dinas
Pendidikan Provinsi Jabar menetapkan keduanya sebagai SD Penyelenggara Akselerasi
Pembelajaran. Ditinjau dari rata-rata perolehan nilai UASBN 2011-2012, kedua SD
tersebut masuk kategori A, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai ahlak mulia
karena tidak melakukan “contek
masal”.
Ringkasan tersebut dapat dibaca lengkap di Buku:
"Pemberdayaan SD sebagai Fondasi
Peningkatan Mutu Sistem Pendidikan Nasional Bagi Pembangunan SDM yang Cerdas, Kompetitif, Produktif dan Berahlak
Mulia".
Kegiatan di dalam kelas SD Ar-Rafi' Baleendah |
Kegiatan Belajar di Lab Multimedia SD Ar-Rafi' Baleendah |
Upacara pagi di SD Ar-Rafi' Bandung |
Shalat berjama'ah |
SD Ar-Rafi’ Bandung
Jl. Sekejati III/ 20 Kiaracondong
Telp/fax (022) 7311009
E-mail: perguruanarrafi@gmail.com
|
SD
Ar-Rafi’ Baleendah
Jl. Raya Banjaran No. 173A Km. 12
Reungascondong Baleendah
Kabupaten Bandung 40375
|
0 komentar:
Posting Komentar